BIOSKOP

“Gimana? ada gak?”

“Gaada, bahkan gue udah cek sampe pintu keluar tapi gaada juga”

“Sialan, padahal dari sebelum filmnya selesai kita udah stay di deket pintu teater.”

Jenggala mengacak rambutnya kesal sebab tak dapat menemukan Om Evan dan sosok wanita yang bersamanya. Ia belum mau berputus asa, ia sangat amat yakin jika Evan memang bersama wanita lain di mall tersebut.

Henzo melihat Jenggala menghidupkan handphone dan mencari sesuatu di ruang obrolan iMessnya. “Lo mau ngapain?”

“Gue mau nelpon Om Evan, gue harus tau dia dimana. Setidaknya gue bisa denger keadaan sekitarnya, kalo gue denger ada suara bising kayak di jalan raya berarti dia baru aja balik dari sini,” jelasnya.

“Om dimana?” kalimat pertama yang tertuang pada percakapan awal setelah panggilannya diterima oleh Evan. “Om di kantor, ini baru aja habis meeting. Ada apa tumben banget kamu nanyain om?” yang ditanyapun menjawab dengan suara tenang. “Om tadi kemana?” “Om sedari tadi memang di kantor saja” “Saya tau anda tadi di mall bersama wanita lain, kan?” Jenggala benar benar menekankan kata-katanya. “Kamu ngomong apa sih? kamu ga percaya sama Om? mau video call?” Evan sungguh-sungguh mengalihkan panggilannya menjadi panggilan video untuk membuat Jenggala merasa yakin. Jenggala pun tak menolak, ia menerima panggilan video tersebut.

“Bagaimana? kamu masih ngira om di mall? liat kan sekarang om lagi kerja keras di kantor, gak kayak kamu yang main terus sama temen-temen ga jelas kamu itu”

Mendengar ucapan Evan itu, Jenggala langsung menutup panggilan video tersebut.

Jenggala memukul tembok yang ada dihadapannya, meluapkan semua emosinya. “Arghh! kenapa bisa sekarang dia lagi di kantor. Sedangkan yang tadi gue liat itu emang sama persis kayak Om Evan.”

“Udah gal mending sekarang kita pulang dulu, atau ke basecamp. lo harus tenangin pikiran lo.” Rendi membujuknya, mengajak Jenggala dan teman-teman yang lain untuk bergegas pulang.