RUMAH SAKIT

Kini Jonathan dan Jenggala sudah berada pada koridor rumah sakit. “Gala, lo mau minum apa? Gue mau ke kantin.” Jonathan menepuk pundak Jenggala

“Air aja@, thank you banget ya bang”

“Oke, lo yang tenang ya gal” Jonathan mengelus pundak temannya itu untuk memberinya semangat kemudian pergi membelikan minuman.

Jenggala merasa ada sesuatu yang berdering dari dalam tas Gladys, saat dibuka ternyata ada begitu banyak panggilan masuk dan pesan dari kakak laki-laki Gladys. Jenggala begitu kebingungan, ia masih mencoba menetralkan pikirannya untuk menjawab apa yang terjadi pada dia dan Gladys.

Ia memberanikan diri mengangkat panggilan telepon itu dan mencoba jujur pada keluarga Gladys.

“Halo dek, kamu dimana sih? Kenapa chat kakak gak kamu bales? Ini udah tengah malem kamu jangan keluyuran dong” terdengar suara yang begitu khawatir dari arah Jeffan.

“Dek?”

“Gladys?”

“Siapa ini? Tolong jangan diam saja, berikan hp ini kepada adik saya,” tegasnya.

“Maaf, ini kakaknya Gladys? Saya temannya. Gladys sedang ada di rumah sakit kasih medika,” jawab Jenggala.

“Ini siapa? Lo jangan bohong soal adik gue! Gladys lo apain?!” ungkap Jeffan dengan nada tingginya.

“Tadi ada kecelakaan yang buat kepala Gladys terbentur. Saya Jenggala, saya akan ceritakan kronologinya setelah kakak sampai disini,” tak kuat Jenggala menceritakan semuanya hanya pada via telepon.

“Awas kalau sampe adik gue kenapa-kenapa. Mungkin lo ga bakal aman di tangan gue!” ancam Jeffan.

Pikirannya kacau, pikirannya tak karuan, begitu banyak emosi yang terpendam dalam waktu bersamaan. Namun detik ini Jenggala hanya ingin Gladys sehat, hanya ingin gadis menyebalkan dan nekat itu segera tersadar. Ia tak bisa memaafkan dirinya jika gadis itu mengalami hal buruk karena dirinya sendiri.


Jeffan datang, ia datang dengan kemarahan menghampiri Jenggala, Jonathan dan Levin di depan ruang kamar Gladys. Ingin sekali Jeffan melayangkan kepalan tangannya pada Jenggala karena ia pikir laki-laki itulah yang membuat Gladys terluka. Namun niatnya ia urungkan karena saat ini ia berada di tempat umum, maka dari itu ia memilih mendengar penjelasan dari Jenggala, Jonathan dan Levon.


Di kamar berbau obat dan karbol itu Jeffan hanya bisa duduk terdiam melihat gadis kecilnya masih belum sadarkan diri pada ranjang rumah sakit.

“Kamu pulang aja, ini udah malem, kasian orang tua kamu nanti khawatir” tolehnya pada Jenggala yang sedang terduduk pada salah satu sofa di ruangan tersebut.

“Saya tunggu sampai Gladys siuman aja ya kak, saya pengen mastiin kalau Gladys baik-baik aja,” balasnya.

“Gausah, saya bisa jagain adik saya dengan baik. Kamu besok harus sekolah kan? Jangan sampai kurang istirahat. Sekali lagi makasi udah khawatir sama adik saya,” balasnya lagi dengan sedikit ketus.

Jenggala sesungguhnya masih ingin menunggu Gladys di sana namun ia merasa tidak berani untuk berkata tidak pada perintah dari Jeffan. Jenggala berfikir apakah Jeffan masih marah padanya hingga tak ingin jika dia ada di dekat Gladys sekalipun disaat dia benar-benar khawatir terhadap keadaan Gladys?


Berselang 10 menit sejak keluarnya Jenggala, Gladys pun sadar. Ia melihat sekitar namun malah merasa kebingungan dan mencoba mengingat hal-hal yang terjadi sebelumnya

“Kak Jeff? K-kakak kok disini? Yang bawa aku kesini siapa?” tanyanya bertubi-tubi dengan pikiran gelisah sebab yang dia ingat bahwa tadi dia sedang dirampok.

Simpul manis langsung terukir indah di wajah Jeffan, ia merasa sangat senang ketika melihat gadis manisnya tersadar.

“Akhirnya kamu siuman juga” “Yang bawa kamu kesini itu temen kamu si Jenggala, Jonathan sama Levon. Kakak udah tau semuanya, mereka yang certai makanya kakak cepet-cepet kesini,” jelas Jeffan.

Gladys melirik ke sekitar, menoleh mencari keberadaan seseorang.

“Jenggala sama yang lainnya udah kakak suruh pulang, kasian mereka diem disini terus, lagipula Jenggala harus sekolah kan besok,” peka Jeffan yang mengetahui apa yang dicari oleh Gladys.

Gladys hanya mengangguk paham dengan hatinya yang sedikit risau akan keadaan Jenggala, Jonathan dan Levon. “Maaf ya kak aku ngerepotin terus, aku bikin kakak tambah pusing,” ucapnya dengan suara sesal.

“Udah ga usah bahas itu dulu. Intinya sekarang kamu harus sembuh” sambil tangan sang mengusap rambut halus gadis kesayangannya itu.