Setelah beberapa saat hanya saling berdiam diri, Gladys mencoba mengelus punggung Jenggala yang ada di sebelahnya. Ia pikir Jenggala akan merasa lebih tenang, namun siapa sangka malah terdapat air yang membendung di matanya. Jenggala menunduk, menutup wajahnya sesaat dan menyisir kasar rambutnya serta meremas keras kepalanya. Emosinya tak tertahankan, benteng kepedihannya pun telah terbuka.
“It's okay, keluarin aja.” Gladys menarik tubuh Jenggala agar bersandar pada pundaknya.
Jenggala menurut, ia bersandar kemudian menenggelamkan wajahnya pada pundak Gladys.
Gladys membiarkannya menangis beberapa saat sembari mengusap surai hitam sampai ke punggungnya. “Pasti berat banget ya? pundak kamu hebat, bisa nampung banyak hal. Sama kayak pemiliknya”
“Kamu tuh hebat karena udah bertahan sejauh ini. Gapapa kalau mau istirahat sebentar, bukan berarti lemah tapi tanda kamu sayang sama diri kamu sendiri untuk diistirahatkan sebelum terus berlari.” Gladys masih terus mengusap punggung Jenggala. Dan Jenggala yang mendengarkan kalimat itu memindahkan tangannya ke pinggang Gladys, dan semakin mengeratkannya.
“K-keluarga gue sekarang terasa b-beda banget.” Jenggala mulai berbicara, meski masih dalam isakan tangisnya.
“Gue kangen, kangen keluarga gue yang lama. K-kangen beliau juga.” Jenggala melepas pelukannya. Ia mengatur napas dan mulai sedikit mengatakan alasan ia menangis. Tidak, ia tidak menceritakan semua secara rinci, masih sulit rasanya untuk menceritakan semua.
Awalnya Gladys bertanya-tanya “Beliau” yang dimaksud oleh Jenggala itu siapa. Namun ia memilih diam, tak ingin banyak bertanya jika memang Jenggala tak mau menceritakannya.
“Terkadang cara Tuhan emang menyakitkan banget ya, gal. Tapi aku yakin everything will be fine. Dengan cara yang menyakitkan itu kita jadi belajar dan tau banyak hal. Emang sakit banget sih, kadang mikir kenapa harus gue? dan kenapa ga dengan cara yang lebih halus aja? Dan aku coba untuk nenangin pikiran aku dengan berpikir bahwa aku orang yang kuat, Tuhan kasi aku tantangan sesakit ini karena aku emang hambanya yang kuat. Aku diuji untuk ngebuktiin bahwa aku bisa ngalahin masalah aku. Kita terlalu kuat untuk berakhir disini. Biarlah masalah kita yang kalah lalu pergi karena pertahanan kita. Bukan kita yang kalah dan membiarkan masalah yang menguasai kita.”
“—Aku berharap banget semua masalah kamu bisa cepet selesai ya, gal. Aku ngerasain kalau kamu itu kuat, kamu cuma perlu seseorang untuk ada di samping kamu disaat pikiran kamu kalut. Untuk ngontrol emosi kamu biar ga lepas kendali. Dan yang bisa jadi tempat kamu bercerita.”
“Dan aku rasa, orang itu kamu, Glad.” Jenggala mengalihkan pandangannya ke arah Gladys, melihat netra yang tulus dan menenangkan pada matanya.
“Hm, kamu bilang apa tadi?”
“Ohh enggak-enggak.” Rupanya tadi Jenggala hanya bergumam sehingga membuat volume suaranya tak terdengar jelas.
“Kamu bener, glad. Aku harus buat masalahku runtuh karena pertahananku, bukan ngebiarin diri aku yang runtuh karena masalahku. Makasi ya”
“Hehe iya. anyway aku dapet kata-kata itu dari sosmed sih. Tepatnya di tiktok dengan username @rakasgxy” Gladys tertawa kecil saat mengatakan apa yang menjadi inspirasinya.
“Ohya? hahahaha. Berarti ga jadi deh gue bilang lo keren, orang rakasgxy yang lebih keren.”
“Ih lo kok gituuu sih.”
“Aduh!” Jenggala memegang lengan atasnya yang dipukul oleh Gladys.
Setelah itu, mereka tertawa lepas. Saling bergurau dan melemparkan segala candaan dengan senyuman.
notes: kata-kata “Kita terlalu kuat untuk berakhir disini. Biarlah masalah kita yang kalah lalu pergi karena pertahanan kita” itu memang beneran terinspirasi dari tiktok @rakasgxy ya. Tapi sekarang videonya udah gak ada. Jadi aku drop screenshotnya aja ya