jncoretanarin

Kini Jonathan dan Jenggala sudah berada pada koridor rumah sakit. “Gala, lo mau minum apa? Gue mau ke kantin.” Jonathan menepuk pundak Jenggala

“Air aja ya bang, thank you banget ya bang”

“Oke, lo yang tenang ya gal” Jonathan mengelus pundak temannya itu untuk memberinya semangat kemudian pergi membelikan minuman.

Jenggala merasa ada sesuatu yang berdering dari dalam tas Gladys, saat dibuka ternyata ada begitu banyak panggilan masuk dan pesan dari kakak laki-laki Gladys. Jenggala begitu kebingungan, ia masih mencoba menetralkan pikirannya untuk menjawab apa yang terjadi pada dia dan Gladys.

Ia memberanikan diri mengangkat panggilan telepon itu dan mencoba jujur pada keluarga Gladys. “Halo dek, kamu dimana sih? Kenapa chat kakak gak kamu bales? Ini udah tengah malem kamu jangan keluyuran dong” terdengar suara yang begitu khawatir dari arah Jeffan.

“Dek?”

“Gladys?”

“Siapa ini? Tolong jangan diam saja, berikan hp ini kepada adik saya,” tegasnya.

“Maaf, ini kakaknya Gladys? Saya temannya. Gladys sedang ada di rumah sakit kasih medika,” jawab Jenggala.

“Ini siapa? Lo jangan bohong soal adik gue! Gladys lo apain?!” ungkap Jeffan dengan nada tingginya.

“Tadi ada kecelakaan yang buat kepala Gladys terbentur. Saya Jenggala, saya akan ceritakan kronologinya setelah kakak sampai disini,” tak kuat Jenggala menceritakan semuanya hanya pada via telepon.

“Awas kalau sampe adik gue kenapa-kenapa. Mungkin lo ga bakal aman di tangan gue!” ancam Jeffan.

Pikirannya kacau, pikirannya tak karuan, begitu banyak emosi yang terpendam dalam waktu bersamaan. Namun detik ini Jenggala hanya ingin Gladys sehat, hanya ingin gadis menyebalkan dan nekat itu segera tersadar. Ia tak bisa memaafkan dirinya jika gadis itu mengalami hal buruk karena dirinya sendiri.


Jeffan datang, ia datang dengan kemarahan menghampiri Jenggala, Jonathan dan Levin di depan ruang kamar Gladys. Ingin sekali Jeffan melayangkan kepalan tangannya pada Jenggala karena ia pikir laki-laki itulah yang membuat Gladys terluka. Namun niatnya ia urungkan karena saat ini ia berada di tempat umum, maka dari itu ia memilih mendengar penjelasan dari Jenggala, Jonathan dan Levon.


Di kamar berbau obat dan karbol itu Jeffan hanya bisa duduk terdiam melihat gadis kecilnya masih belum sadarkan diri pada ranjang rumah sakit.

“Kamu pulang aja, ini udah malem, kasian orang tua kamu nanti khawatir” tolehnya pada Jenggala yang sedang terduduk pada salah satu sofa di ruangan tersebut.

“Saya tunggu sampai Gladys siuman aja ya kak, saya pengen mastiin kalau Gladys baik-baik aja,” balasnya.

“Gausah, saya bisa jagain adik saya dengan baik. Kamu besok harus sekolah kan? Jangan sampai kurang istirahat. Sekali lagi makasi udah khawatir sama adik saya,” balasnya lagi dengan sedikit ketus.

Jenggala sesungguhnya masih ingin menunggu Gladys di sana namun ia merasa tidak berani untuk berkata tidak pada perintah dari Jeffan. Jenggala berfikir apakah Jeffan masih marah padanya hingga tak ingin jika dia ada di dekat Gladys sekalipun disaat dia benar-benar khawatir terhadap keadaan Gladys?


Berselang 10 menit sejak keluarnya Jenggala, Gladys pun sadar. Ia melihat sekitar namun malah merasa kebingungan dan mencoba mengingat hal-hal yang terjadi sebelumnya

“Kak Jeff? K-kakak kok disini? Yang bawa aku kesini siapa?” tanyanya bertubi-tubi dengan pikiran gelisah sebab yang dia ingat bahwa tadi dia sedang dirampok.

Simpul manis langsung terukir indah di wajah Jeffan, ia merasa sangat senang ketika melihat gadis manisnya tersadar.

“Akhirnya kamu siuman juga” “Yang bawa kamu kesini itu temen kamu si Jenggala, Jonathan sama Levon. Kakak udah tau semuanya, mereka yang certai makanya kakak cepet-cepet kesini,” jelas Jeffan.

Gladys melirik ke sekitar, menoleh mencari keberadaan seseorang.

“Jenggala sama yang lainnya udah kakak suruh pulang, kasian mereka diem disini terus, lagipula Jenggala harus sekolah kan besok,” peka Jeffan yang mengetahui apa yang dicari oleh Gladys.

Gladys hanya mengangguk paham dengan hatinya yang sedikit risau akan keadaan Jenggala, Jonathan dan Levon. “Maaf ya kak aku ngerepotin terus, aku bikin kakak tambah pusing,” ucapnya dengan suara sesal.

“Udah ga usah bahas itu dulu. Intinya sekarang kamu harus sembuh” sambil tangan sang mengusap rambut halus gadis kesayangannya itu.

Setelah kejadian malam itu Gladys semakin berniat untuk membuat Jenggala mengurangi menghisap rokoknya, entah dengan mengambil rokoknya secara diam diam atau menggantinya dengan sebuah minuman atau camilan. Tentu cara itu ia lakukan secara diam-diam, meski tak jarang pula diketahui oleh Jenggala.

Gladys seseorang yang cukup nekat, ia sering kali tak pernah berpikir panjang akan resiko yang ia hadapi saat menjauhi Jenggala dari lintingan tembakau favorite laki-laki tampan itu. Dimana ia melihat kesempatan ia selalu mempunyai ide cerdik untuk melancarkan aksinya.

“Peduli” Peduli dengan Jenggala, peduli dengan teman sekitarnya dan peduli terhadap lingkungan. Itulah yang Gladys katakan pada Jenggala juga pada dirinya sendiri jika dilontarkan tanya mengapa ia sebegitu berniat membuat Jenggala jauh dari rokok.

Sama seperti yang pernah dialami kakaknya; Jeffan. Ia yakin Jenggala hanya perlu sebuah pelarian lain dan juga seseorang yang dapat mendampinginya disaat ia merasa 'berat', sehingga tak perlu melampiaskannya pada lintingan tembakau yang menjadi sudut favoritenya.

Iya, Jeffan juga sempat menjadi perokok aktif, dia sama seperti Jenggala yang sulit mengontrol emosi kemudian menjadikan cerutu tembakau tersebut sebagai pelarian. Meski tak mudah menghadapi Jeffan karena harus mengontrol amarah sang kakak sekaligus menahan sesak di dada karena asap rokok tersebut, tetapi Gladys tak menyerah untuk membuat kakaknya merasa lebih baik. Hingga kini Jeffan dapat berhenti menghisap batang rokok yang selalu menjadi pusat terakhirnya dikala bosan dan juga hilang semangat.


Hari demi hari disaat ada hal yang mengganjal dari Jenggala terlebih lagi jika gadis itu melihat laki-laki 'pemarah' tersebut sedang merokok, Gladys tak pernah kehabisan rencana cerdik untuk dilakukan. Mulai dari merusak vape Jenggala secara sengaja, mengganti rokok Jenggala yang tergeletak di sembarang tempat dengan permen, hingga dikala Jenggala sedang berkumpul di rumah temannya untuk meminum anggur merah Gladys pun menggantinya dengan beberapa minuman dingin sedangkan anggur merah tersebut ia buang sejauh mungkin.

Ia tau hal itu membuat Jenggala kesal, namun sering kali Gladys abaikan. Sehingga hari dimana Gladys membuang anggur merah milik teman Jenggala semuanya berantakan tak sesuai rencana yang diharapkan.

Setelah kejadian malam itu Gladys semakin berniat untuk membuat Jenggala mengurangi menghisap rokoknya, entah dengan mengambil rokoknya secara diam diam atau menggantinya dengan sebuah minuman atau camilan. Tentu cara itu ia lakukan secara diam-diam, meski tak jarang pula diketahui oleh Jenggala.

Gladys seseorang yang cukup nekat, ia sering kali tak pernah berpikir panjang akan resiko yang ia hadapi saat menjauhi Jenggala dari lintingan tembakau favorite laki-laki tampan itu. Dimana ia melihat kesempatan ia selalu mempunyai ide cerdik untuk melancarkan aksinya.

“Peduli” Peduli dengan Jenggala, peduli dengan teman sekitarnya dan peduli terhadap lingkungan. Itulah yang Gladys katakan pada Jenggala juga pada dirinya sendiri jika dilontarkan tanya mengapa ia sebegitu berniat membuat Jenggala jauh dari rokok.

Sama seperti yang pernah dialami kakaknya; Jeffan. Ia yakin Jenggala hanya perlu sebuah pelarian lain dan juga seseorang yang dapat mendampinginya disaat ia merasa 'berat', sehingga tak perlu melampiaskannya pada lintingan tembakau yang menjadi sudut favoritenya.

Iya, Jeffan juga sempat menjadi perokok aktif, dia sama seperti Jenggala yang sulit mengontrol emosi kemudian menjadikan cerutu tembakau tersebut sebagai pelarian. Meski tak mudah menghadapi Jeffan karena harus mengontrol amarah sang kakak sekaligus menahan sesak di dada karena asap rokok tersebut, tetapi Gladys tak menyerah untuk membuat kakaknya merasa lebih baik. Hingga kini Jeffan dapat berhenti menghisap batang rokok yang selalu menjadi pusat terakhirnya dikala bosan dan juga hilang semangat.

Hari demi hari disaat ada hal yang mengganjal dari Jenggala terlebih lagi jika gadis itu melihat laki-laki 'pemarah' tersebut sedang merokok, Gladys tak pernah kehabisan rencana cerdik untuk dilakukan. Mulai dari merusak vape Jenggala secara sengaja, mengganti rokok Jenggala yang tergeletak di sembarang tempat dengan permen, hingga dikala Jenggala sedang berkumpul di rumah temannya untuk meminum anggur merah Gladys pun menggantinya dengan beberapa minuman dingin sedangkan anggur merah tersebut ia buang sejauh mungkin.

Ia tau hal itu membuat Jenggala kesal, namun sering kali Gladys abaikan. Sehingga hari dimana Gladys membuang anggur merah milik teman Jenggala semuanya berantakan tak sesuai rencana yang diharapkan.

Setelah kejadian malam itu Gladys semakin berniat untuk membuat Jenggala mengurangi menghisap rokoknya, entah dengan mengambil rokoknya secara diam diam atau menggantinya dengan sebuah minuman atau camilan. Tentu cara itu ia lakukan secara diam-diam, meski tak jarang pula diketahui oleh Jenggala.

Gladys seseorang yang cukup nekat, ia sering kali tak pernah berpikir panjang akan resiko yang ia hadapi saat menjauhi Jenggala dari lintingan tembakau favorite laki-laki tampan itu. Dimana ia melihat kesempatan ia selalu mempunyai ide cerdik untuk melancarkan aksinya.

“Peduli” Peduli dengan Jenggala, peduli dengan teman sekitarnya dan peduli terhadap lingkungan. Itulah yang Gladys katakan pada Jenggala juga pada dirinya sendiri jika dilontarkan tanya mengapa ia sebegitu berniat membuat Jenggala jauh dari rokok.

Sama seperti yang pernah dialami kakaknya; Jeffan. Ia yakin Jenggala hanya perlu sebuah pelarian lain dan juga seseorang yang dapat mendampinginya disaat ia merasa 'berat', sehingga tak perlu melampiaskannya pada lintingan tembakau yang menjadi sudut favoritenya.

Iya, Jeffan juga sempat menjadi perokok aktif, dia sama seperti Jenggala yang sulit mengontrol emosi kemudian menjadikan cerutu tembakau tersebut sebagai pelarian. Meski tak mudah menghadapi Jeffan karena harus mengontrol amarah sang kakak sekaligus menahan sesak di dada karena asap rokok tersebut, tetapi Gladys tak menyerah untuk membuat kakaknya merasa lebih baik. Hingga kini Jeffan dapat berhenti menghisap batang rokok yang selalu menjadi pusat terakhirnya dikala bosan dan juga hilang semangat.

Hari demi hari disaat ada hal yang mengganjal dari Jenggala terlebih lagi jika gadis itu melihat laki-laki 'pemarah' tersebut sedang merokok, Gladys tak pernah kehabisan rencana cerdik untuk dilakukan. Mulai dari merusak vape Jenggala secara sengaja, mengganti rokok Jenggala yang tergeletak di sembarang tempat dengan permen, hingga dikala Jenggala sedang berkumpul di rumah temannya untuk meminum anggur merah Gladys pun menggantinya dengan beberapa minuman dingin sedangkan anggur merah itu ia buang sejauh mungkin.

Ia tau hal itu membuat Jenggala kesal, namun sering kali Gladys abaikan. Sehingga hari dimana Gladys membuang amer milik Jenggala semuanya berantakan tak sesuai rencana yang diharapkan.

Gladys seseorang yang cukup nekat, ia sering kali tak pernah berpikir panjang akan resiko yang ia hadapi saat menjauhi Jenggala dari lintingan tembakau favorite laki-laki tampan itu. Dimana ia melihat kesempatan ia selalu mempunyai ide cerdik untuk melancarkan aksinya.

“Peduli” . Peduli dengan Jenggala, peduli dengan teman sekitarnya dan peduli terhadap lingkungan. Itulah yang Gladys katakan pada Jenggala juga pada dirinya sendiri jika dilontarkan tanya mengapa ia sebegitu berniat membuat Jenggala jauh dari rokok.

Sama seperti yang pernah dialami kakaknya; Jeffan. Ia yakin Jenggala hanya perlu sebuah pelarian lain dan juga seseorang yang dapat mendampinginya disaat ia merasa 'berat', sehingga tak perlu melampiaskannya pada lintingan tembakau yang menjadi sudut favoritenya.

Iya, Jeffan juga sempat menjadi perokok aktif, dia sama seperti Jenggala yang sulit mengontrol emosi kemudian menjadikan cerutu tembakau tersebut sebagai pelarian. Meski tak mudah menghadapi Jeffan karena harus mengontrol amarah sang kakak sekaligus menahan sesak di dada karena asap rokok tersebut, tetapi Gladys tak menyerah untuk membuat kakaknya merasa lebih baik. Hingga kini Jeffan dapat berhenti menghisap batang rokok yang selalu menjadi pusat terakhirnya dikala bosan dan juga hilang semangat.

Hari demi hari disaat ada hal yang mengganjal dari Jenggala atau dikala Gladys yang melihat rokok milik Jenggala, Gladys tak pernah kehabisan rencana cerdik untuk dilakukan. Mulai dari merusak vape Jenggala secara sengaja, mengganti rokok Jenggala yang tergeletak di sembarang tempat dengan permen, hingga dikala Jenggala sedang berkumpul di rumah temannya untuk meminum amer Gladys pun menggantinya dengan beberapa minuman dingin sedangkan amer itu ia buang sejauh mungkin.

Ia tau hal itu membuat Jenggala kesal, namun sering kali Gladys abaikan. Sehingga hari dimana Gladys membuang amer milik Jenggala semuanya berantakan tak sesuai rencana yang diharapkan.

Kini Jonathan dan Jenggala sudah berada pada ruang tunggu rumah sakit. “Gala, lo mau minum apa? Gue mau ke kantin.” Jonathan menepuk pundak Jenggala

“Air aja ya bang, thank you banget ya bang”

“Oke, lo yang tenang ya gal” Jonathan mengelus pundak temannya itu untuk memberinya semangat kemudian pergi membelikan minuman.

Jenggala merasa ada sesuatu yang berdering dari dalam tas Gladys, saat dibuka ternyata ada begitu banyak panggilan masuk dan pesan dari kakak laki-laki Gladys. Jenggala begitu kebingungan, ia masih mencoba menetralkan pikirannya untuk menjawab apa yang terjadi pada dia dan Gladys.

Ia mengangkat panggilan telepon itu dan mencoba jujur pada keluarga Gladys. “Halo dek, kamu dimana sih? Kenapa chat kakak gak kamu bales? Ini udah tengah malem kamu jangan keluyuran dong,” terdengar suara yang begitu khawatir dari arah Jeffan

“Dek?”

“Gladys?”

“Siapa ini? Tolong jangan diam saja, berikan hp ini kepada adik saya,” tegasnya.

“Maaf, ini kakaknya Gladys? Saya temannya. Gladys sedang ada di rumah sakit kasih medika,” jawab Jenggala dengan sedikit gugup.

“Ini siapa? Lo jangan bohong soal adik gue! Gladys lo apain?!” ungkap Jeffan dengan nada tingginya.

“Tadi ada kecelakaan yang buat kepala Gladys terbentur. Saya Jenggala, saya akan ceritakan kronologinya setelah kakak sampai disini,” tak kuat Jenggala menceritakan semuanya hanya pada via telepon.

“Awas kalau sampe adik gue kenapa-kenapa. Mungkin lo ga bakal aman di tangan gue!” ancam Jeffan.

Pikirannya kacau, pikirannya tak karuan, begitu banyak emosi yang terpendam dalam waktu bersamaan. Namun detik ini Jenggala hanya ingin Gladys sehat, hanya ingin gadis menyebalkan dan nekat itu segera tersadar. Ia tak bisa memaafkan dirinya jika gadis itu mengalami hal buruk karena dirinya sendiri.

Jeffan datang, ia datang dengan kemarahan menghampiri Jenggala, Jonathan dan Levin di depan ruang kamar Gladys. Ingin sekali Jeffan melayangkan kepalan tangannya pada Jenggala karena ia pikir laki-laki itulah yang membuat Gladys terluka. Namun niatnya ia urungkan dan memilih mendengar penjelasan dari Jenggala, Jonathan dan Levin.

Di ruangan berbau obat dan karbol itu dia hanya bisa duduk terdiam melihat gadis kecilnya masih tertidur pada kasur rumah sakit.

“Kamu pulang aja, ini udah malem, kasian orang tua kamu nanti khawatir” menoleh pada Jenggala yang ada di kursi depan kasur Gladys.

“Hmm...saya tunggu sampai Gladys siuman aja ya kak, saya pengen mastiin kalau Gladys baik-baik aja,” balasnya

“Gausah, saya bisa jagain adik saya dengan baik. Kamu besok harus sekolah kan? Jangan sampai kurang istirahat. Sekali lagi makasi udah khawatir sama adik saya,” balasnya lagi dengan sedikit cetus.

Jenggala sesungguhnya masih ingin menunggu Gladys di sana namun ia merasa tidak berani untuk menolak suruhan dari Jeffan. Jenggala berfikir Apakah jefan marah padanya hingga tak ingin jika dia ada di dekat Gladys sekalipun disaat dia benar-benar khawatir terhadap keadaan Gladys?

Kini Jonathan dan Jenggala sudah berada pada ruang tunggu rumah sakit. “Gala, lo mau minum apa? Gue mau ke kantin.” Jonathan menepuk pundak Jenggala

“Air aja ya bang, thank you banget ya bang”

“Oke, lo yang tenang ya gal” Jonathan mengelus pundak temannya itu untuk memberinya semangat kemudian pergi membelikan minuman.

Jenggala merasa ada sesuatu yang berdering dari dalam tas Gladys, saat dibuka ternyata ada begitu banyak panggilan masuk dan pesan dari kakak laki-laki Gladys. Jenggala begitu kebingungan, ia masih mencoba menetralkan pikirannya untuk menjawab apa yang terjadi pada dia dan Gladys.

Ia mengangkat panggilan telepon itu dan mencoba jujur pada keluarga Gladys. “Halo dek, kamu dimana sih? Kenapa chat kakak gak kamu bales? Ini udah tengah malem kamu jangan keluyuran dong,” terdengar suara yang begitu khawatir dari arah Jeffan

“Dek?”

“Gladys?”

“Siapa ini? Tolong jangan diam saja, berikan hp ini kepada adik saya,” tegasnya.

“Maaf, ini kakaknya Gladys? Saya temannya. Gladys sedang ada di rumah sakit kasih medika,” jawab Jenggala dengan sedikit gugup.

“Ini siapa? Lo jangan bohong soal adik gue! Gladys lo apain?!” ungkap Jeffan dengan nada tingginya.

“Tadi ada kecelakaan yang buat kepala Gladys terbentur. Saya Jenggala, saya akan ceritakan kronologinya setelah kakak sampai disini,” tak kuat Jenggala menceritakan semuanya hanya pada via telepon.

“Awas kalau sampe adik gue kenapa-kenapa. Mungkin lo ga bakal aman di tangan gue!” ancam Jeffan.

Pikirannya kacau, pikirannya tak karuan, begitu banyak emosi yang terpendam dalam waktu bersamaan. Namun detik ini Jenggala hanya ingin Gladys sehat, hanya ingin gadis menyebalkan dan nekat itu segera tersadar. Ia tak bisa memaafkan dirinya jika gadis itu mengalami hal buruk karena dirinya sendiri.

Jeffan datang, ia datang dengan kemarahan menghampiri Jenggala, Jonathan dan Levin di depan ruang kamar Gladys. Ingin sekali Jeffan melayangkan kepalan tangannya pada Jenggala karena ia pikir laki-laki itulah yang membuat Gladys terluka. Namun niatnya ia urungkan dan memilih mendengar penjelasan dari Jenggala, Jonathan dan Levin.

Di ruangan berbau obat dan karbol itu dia hanya bisa duduk terdiam melihat gadis kecilnya masih tertidur pada kasur rumah sakit.

“Kamu pulang aja, ini udah malem, kasian orang tua kamu nanti khawatir” menoleh pada Jenggala yang ada di kursi depan kasur Gladys.

“Hmm...saya tunggu sampai Gladys siuman aja ya kak, saya pengen mastiin kalau Gladys baik-baik aja,” balasnya

“Gausah, saya bisa jagain adik saya dengan baik. Kamu besok harus sekolah kan? Jangan sampai kurang istirahat. Sekali lagi makasi udah khawatir sama adik saya,” balasnya lagi dengan sedikit cetus.

Jenggala sesungguhnya masih ingin menunggu Gladys di sana namun ia merasa tidak berani untuk menolak suruhan dari Jeffan. Jenggala berfikir Apakah jefan marah padanya hingga tak ingin jika dia ada di dekat Gladys sekalipun disaat dia benar-benar khawatir terhadap keadaan Gladys?

Selepas mendapat pesan dari Gladys, Jenggala pun bergegas menyalakan motornya lalu beranjak pergi mencari letak lokasi keberadaaan Gladys. Pikirannya kacau, pikirannya tak beraturan, jantungnya berdegup kencang, hatinya merasakan sesak, perasaannya tercampur aduk. Ia marah dan ia kecewa pada dirinya sendiri.

Secepatnya Jenggala melajukan motornya menerobos angin dingin yang menyapu seluruh permukaan jalan. Disisi lain ia juga terus berkata “Gladys lo tenang ya, gue hampir sampai disana. Gue janji lo ga bakal kenapa kenapa” pada sosok gadis yang sedang berbicara via telepon dengannya.

“Jenggala gue t-takut. Gue l-lari ya” Gladys mulai melangkahkan kakinya dengan cepat bersamaan dengan air mata yang sudah menetes pada pipinya.

“JENGGGG TOLONG” Gladys berteriak akibat dua orang preman tersebut berhasil menangkap Gladys yang mencoba melarikan diri.

“Glad! Lo kenapa? Gladyds!”

“Jenggala tolongin gue, gue mohon”

Hanya berselang beberapa detik, Jenggala sudah tiba disana melihat Gladys yang dirampok oleh dua preman tersebut. Jenggala menuruni motornya untuk bergegas menghampiri mereka. Salah satu dari preman tersebut merasa terancam kemudian memulai perkelahiannya dengan Jenggala, disisi lain satu preman lainnya membekap mulut Gladys dan memegang tangan gadis itu agar tidak melarikan diri.

Satu pukulan sudah mengenai sudut bibir Jenggala hingga terluka, sebaliknya satu pukulan juga sudah melayang pada rahang preman tersebut hingga membuatnya sangat kesakitan dan hilang kendali untuk menyerang kembali. Melihat kejadian itu, satu preman lainnya memajukan diri berniat mengalahkan Jenggala. Mereka saling menyalurkan hantaman satu sama lain. Hal buruk lainnya ternyata pukulan Jenggala pada rahang preman tadi tidak cukup kuat untuk membuatnya lumpuh, preman itu bangkit dan bergegas mendekati Gladys untuk mencegah Gladys melarikan diri. Disitu Gladys berusaha keras untuk melawan namun sayang sekali ketika mereka berdua saling melawan tanpa sengaja preman tersebut malah mendorong Gladys hingga terbentur pada tembok di belakangnya. Jenggala melihat itu, ia melihat Gladys terduduk lemas sambil memegangi kepalanya yang terbentur, hal itu membuat fokus Jenggala buyar dan menjadi kesempatan emas bagi preman yang ada dihadapannya untuk melakukan serangan ke bagian ulu hati Jenggala hingga ia terjatuh, kemudian menindihnya untuk mengunci pergerakan Jenggala.

“BRENGSEK! BAJINGAN! LO SAMPAH UDAH BIKIN DIA PINGSAN!” ucap Jenggala dengan penuh amarah kepada preman-preman tersebut.

Sungguh sebuah keajaiban Tuhan datang. Tepat disaat preman tersebut sedang mencari harta yang ada dalam tas Gladys ada sebuah mobil yang melintas di jalan tersebut.

“WOI! CEMEN BANGET LO BERANINYA SAMA ANAK SMA. GA PUNYA NYALI?” tunjuk laki-laki berbadan tegak yang baru saja keluar dari mobil itu kepada salah satu preman yang menindih Jenggala. Merasa ditantang, preman yang menindih Jenggala pun berdiri melawan laki-laki yang meneriakinya. Sementara laki-laki lain yang baru saja keluar dari mobil mencoba melawan preman yang ada di dekat Gladys. Mereka berempat saling berkelahi menyalurkan semua kekuatan sekaligus emosi. Jenggala sungguh amat berterima kasih kepada Jonathan dan juga Levon.

Jenggala dengan sedikit tertatih-tatih menghampiri Gladys yang sedang terkapar lemas diseberangnya. Setelah kepalanya terbentur cukup keras pada tembok Gladys mengalami ketidaksadaran diri. Jenggala takut, Jenggala khawatir, berkali-kali ia menyebut “Glad lo udah aman, ayo pergi, lo sekarang harus bangun. Gladys...maaf”

Disisi lain, Jonathan dan Levon berhasil mengalahkan dua preman tersebut dan membuat mereka berdua pergi dari tempat itu. Jonathan dan Levon menghampiri Jenggala dan melihat Gladys yang pingsan. Melihat itu Levon langsung mengarahkan untuk membawa Gladys ke rumah sakit menggunakan mobilnya.

“Ayoo cepet bawa Gladys ke mobil gue, kita bawa ke rumah sakit. Untuk motor lo biar gue yang bawa. Dan Jo, lo yang nyetir mobil gue ya,” ajak Levon.

“Thanks ya bang, gue nggak tau lagi gimana keadaan Gladys kalau nggak ada kalian,” keluh Jenggala.

Selepas mendapat pesan dari Gladys, Jenggala pun bergegas menyalakan motornya lalu beranjak pergi mencari letak lokasi keberadaaan Gladys. Pikirannya kacau, pikirannya tak beraturan, jantungnya berdegup kencang, hatinya merasakan sesak, perasaannya tercampur aduk. Ia marah dan ia kecewa pada dirinya sendiri.

Secepatnya Jenggala melajukan motornya menerobos angin dingin yang menyapu seluruh permukaan jalan. Disisi lain ia juga terus berkata “Gladys lo tenang ya, gue hampir sampai disana. Gue janji lo ga bakal kenapa kenapa” pada sosok gadis yang sedang berbicara via telepon dengannya.

“Jenggala gue t-takut. Gue l-lari ya” Gladys mulai melangkahkan kakinya dengan cepat bersamaan dengan air mata yang sudah menetes pada pipinya.

“JENGGGG TOLONG” Gladys berteriak akibat dua orang preman tersebut berhasil menangkap Gladys yang mencoba melarikan diri.

“Glad! Lo kenapa? Gladyds!”

“Jenggala tolongin gue, gue mohon”

Hanya berselang beberapa detik, Jenggala sudah tiba disana melihat Gladys yang dirampok oleh dua preman tersebut. Jenggala menuruni motornya untuk bergegas menghampiri mereka. Salah satu dari preman tersebut merasa terancam kemudian memulai perkelahiannya dengan Jenggala, disisi lain satu preman lainnya membekap mulut Gladys dan memegang tangan gadis itu agar tidak melarikan diri.

Satu pukulan sudah mengenai sudut bibir Jenggala hingga terluka, sebaliknya satu pukulan juga sudah melayang pada rahang preman tersebut hingga membuatnya sangat kesakitan dan hilang kendali untuk menyerang kembali. Melihat kejadian itu, satu preman lainnya memajukan diri berniat mengalahkan Jenggala. Mereka saling menyalurkan hantaman satu sama lain. Hal buruk lainnya ternyata pukulan Jenggala pada rahang preman tadi tidak cukup kuat untuk membuatnya lumpuh, preman itu bangkit dan bergegas mendekati Gladys untuk mencegah Gladys melarikan diri. Disitu Gladys berusaha keras untuk melawan namun sayang sekali ketika mereka berdua saling melawan tanpa sengaja preman tersebut malah mendorong Gladys hingga terbentur pada tembok di belakangnya. Jenggala melihat itu, ia melihat Gladys terduduk lemas sambil memegangi kepalanya yang terbentur, hal itu membuat fokus Jenggala buyar dan menjadi kesempatan emas bagi preman yang ada dihadapannya untuk melakukan serangan ke bagian ulu hati Jenggala hingga ia terjatuh, kemudian menindihnya untuk mengunci pergerakan Jenggala.

“BRENGSEK! BAJINGAN! LO SAMPAH UDAH BIKIN DIA PINGSAN!” ucap Jenggala dengan penuh amarah kepada preman-preman tersebut.

Sungguh sebuah keajaiban Tuhan datang. Tepat disaat preman tersebut sedang mencari harta yang ada dalam tas Gladys ada sebuah mobil yang melintas di jalan tersebut.

“WOI! CEMEN BANGET LO BERANINYA SAMA ANAK SMA. GA PUNYA NYALI?” tunjuk laki-laki berbadan tegak yang baru saja keluar dari mobil itu kepada salah satu preman yang menindih Jenggala. Merasa ditantang, preman yang menindih Jenggala pun berdiri melawan laki-laki yang meneriakinya. Sementara laki-laki lain yang baru saja keluar dari mobil mencoba melawan preman yang ada di dekat Gladys. Mereka berempat saling berkelahi menyalurkan semua kekuatan sekaligus emosi. Jenggala sungguh amat berterima kasih kepada Jonathan dan juga Levon.

Jenggala dengan sedikit tertatih-tatih menghampiri Gladys yang sedang terkapar lemas diseberangnya. Setelah kepalanya terbentur cukup keras pada tembk Gladys mengalami ketidaksadaran diri. Jenggala takut, Jenggala khawatir, berkali-kali ia menyebut “Glad lo udah aman, ayo pergi, lo sekarang harus bangun. Gladys...maaf”

Disisi lain, Jonathan dan Levon berhasil mengalahkan dua preman tersebut dan membuat mereka berdua pergi dari tempat itu. Jonathan dan Levon menghampiri Jenggala dan melihat Gladys yang pingsan. Melihat itu Levon langsung mengarahkan untuk membawa Gladys ke rumah sakit menggunakan mobilnya.

“Ayoo cepet bawa Gladys ke mobil gue, kita bawa ke rumah sakit. Untuk motor lo biar gue yang bawa. Dan Jo, lo yang nyetir mobil gue ya,” ajak Levon.

“Thanks ya bang, gue nggak tau lagi gimana keadaan Gladys kalau nggak ada kalian,” keluh Jenggala.

Setelah kejadian malam itu Gladys semakin berniat untuk membuat Jenggala mengurangi menghisap rokoknya, entah dengan mengambil rokoknya secara diam diam atau menggantinya dengan sebuah minuman atau camilan. Tentu cara itu ia lakukan secara diam-diam, meski tak jarang pula diketahui oleh Jenggala.

Gladys seseorang yang cukup nekat, ia sering kali tak pernah berpikir panjang akan resiko yang ia hadapi saat menjauhi Jenggala dari lintingan tembakau favorite laki-laki tampan itu. Dimana ia melihat kesempatan ia selalu mempunyai ide cerdik untuk melancarkan aksinya.

“Peduli” . Peduli dengan Jenggala, peduli dengan teman sekitarnya dan peduli terhadap lingkungan. Itulah yang Gladys katakan pada Jenggala juga pada dirinya sendiri jika dilontarkan tanya mengapa ia sebegitu berniat membuat Jenggala jauh dari rokok.

Sama seperti yang pernah dialami kakaknya; Jeffan. Ia yakin Jenggala hanya perlu sebuah pelarian lain dan juga seseorang yang dapat mendampinginya disaat ia merasa 'berat', sehingga tak perlu melampiaskannya pada lintingan tembakau yang menjadi sudut favoritenya.

Iya, Jeffan juga sempat menjadi perokok aktif, dia sama seperti Jenggala yang sulit mengontrol emosi kemudian menjadikan cerutu tembakau tersebut sebagai pelarian. Meski tak mudah menghadapi Jeffan karena harus mengontrol amarah sang kakak sekaligus menahan sesak di dada karena asap rokok tersebut, tetapi Gladys tak menyerah untuk membuat kakaknya merasa lebih baik. Hingga kini Jeffan dapat berhenti menghisap batang rokok yang selalu menjadi pusat terakhirnya dikala bosan dan juga hilang semangat.


Hari demi hari disaat terdapat hal yang mengganjal dari Jenggala ataupun dikala Gladys yang melihat rokok milik Jenggala, Gladys tak pernah kehabisan rencana cerdik untuk dilakukan. Mulai dari merusak vape Jenggala secara sengaja, mengganti rokok Jenggala yang tergeletak di sembarang tempat dengan permen, hingga dikala Jenggala sedang berkumpul di rumah temannya untuk meminum aggur Gladys pun menggantinya dengan beberapa minuman dingin sedangkan anggur itu ia buang sejauh mungkin.

Ia tau hal itu membuat Jenggala kesal, namun sering kali Gladys abaikan. Sehingga hari dimana Gladys membuang minuman anggur milik Jenggala semuanya berantakan tak sesuai rencana yang diharapkan.