jncoretanarin

Dalam perjalanan tak ada yang mau memulai percakapan, tak ada yang berani, keduanya sama sama canggung disertai gengsi mereka. Hingga tiba hujan yang semula gerimis semakin deras membasahi jas hujan dan juga kepala Gladys yang hanya ditutupi topi Jenggala. Mereka memutuskan untuk berteduh di minimarket karena dirasa Jenggala tak mau membuat Gladys kehujanan, bagaimana pun mereka belum cukup dekat jadi Jenggala tak ingin membuat “anak orang” celaka.

“Sorry ya gara gara gue ajak nerobos gerimis tadi lo jadi kehujanan gini,” Jenggala membuka suara.

“Gapapa kok, ga terlalu kehujanan juga. Malah gue yang harusnya berterimakasih ke lo karena mau gue repotin,” sahut Gladys.

Jenggala hanya mengangguk kemudian berusaha membuka jas hujan dan juga hoodie yg ia kenakan.

“Nih pake, gue tau lo kedinginan.” Jenggala menyerahkan hoodienya kepada gadis yang memiliki tinggi sejajar dengan hidung Jenggala.

“Ngga usah, itu kan punya lo ngapain kasi ke gue. Lagian gue kuat kok, ga terlalu dingin juga,” tolak Gladys.

“Gak terlalu dingin tapi sampe menggigil gitu ya?” Jenggala mengarahkan pandangannya ke depan wajah Gladys, melihat bahwa Gladys sedang menggigil.

“E-enggak biasa aja kok, lo aja yang pake ho-”

“Jangan bandel, kalau gue udah ngasi artinya gue udah ikhlas. Gue juga gamau disalahin karena bikin anak orang sakit. Jangan nolak.” Lekas Jenggala mengambil tangan Gladys dan meletakkan hoodie itu diatas tangan perempuan di hadapannya.

“Makasih,” hanya itu yang diucap Gladys setelah menerima hoodie milik Jenggala.

*“Iya. Btw, tunggu sebentar ya gue mau ke dalem minimarket dulu beli sesuatu. Lo mau nitip?”* tanya Jenggala.

“Ngga gausah.” Gladys menggelengkan kepala sebagai tanda penolakannya.

Di sela sela Gladys memakai hoodie yang diberi Jenggala, ia tak sengaja memasukkan tangannya kedalam kantong bagian depan hoodie tersebut. Terkejutnya Gladys bahwa di dalam kantong itu terdapat bungkus rokok yang tersisa 5 batang rokok. Gladys merasa heran terhadap Jenggala, sepertinya ia meletakkan rokok dimana mana, padahal saat di sekolah tadi rokoknya sudah disita oleh guru. Disitulah Gladys memiliki ide untuk membuang rokok Jenggala ke dalam tong sampah didekatnya dan menggantikannya dengan s, snack coklat yang dibeli Gladys pada jam istirahat tadi.


Sepuluh menit sudah mereka menunggu di depan minimarket, hingga tiba saat yang ditunggu. Hujan telah reda dan mereka pun bergegas untuk segera pulang agar tak kehujanan jika hujan turun lagi.

Dalam perjalanan tak ada yang mau memulai percakapan, tak ada yang berani, keduanya sama sama canggung disertai gengsi mereka. Hingga tiba hujan yang semula gerimis semakin deras membasahi jas hujan dan juga kepala Gladys yang hanya ditutupi topi Jenggala. Mereka memutuskan untuk berteduh di minimarket karena dirasa Jenggala tak mau membuat Gladys kehujanan, bagaimana pun mereka belum cukup dekat jadi Jenggala tak ingin membuat “anak orang” celaka.

“Sorry ya gara gara gue ajak nerobos gerimis tadi lo jadi kehujanan gini,” Jenggala membuka suara.

“Gapapa kok, ga terlalu kehujanan juga. Malah gue yang harusnya berterimakasih ke lo karena mau gue repotin,” sahut Gladys.

Jenggala hanya mengangguk kemudian berusaha membuka jas hujan dan juga hoodie yg ia kenakan.

“Nih pake, gue tau lo kedinginan.” Jenggala menyerahkan hoodienya kepada gadis yang memiliki tinggi sejajar dengan hidung Jenggala.

“Ngga usah, itu kan punya lo ngapain kasi ke gue. Lagian gue kuat kok, ga terlalu dingin juga,” tolak Gladys.

“Gak terlalu dingin tapi sampe menggigil gitu ya?” Jenggala mengarahkan pandangannya ke depan wajah Gladys, melihat bahwa Gladys sedang menggigil.

“E-enggak biasa aja kok, lo aja yang pake ho-”

“Jangan bandel, kalau gue udah ngasi artinya gue udah ikhlas. Gue juga gamau disalahin karena bikin anak orang sakit. Jangan nolak.” Lekas Jenggala mengambil tangan Gladys dan meletakkan hoodie itu diatas tangan perempuan di hadapannya.

“Makasih,” hanya itu yang diucap Gladys setelah menerima hoodie milik Jenggala

“Iya. Btw, tunggu sebentar ya gue mau ke dalem dulu beli sesuatu. Lo mau nitip?” tanya Jenggala.

“Ngga gausah,” Gladys menggelengkan kepalanya sebagai tanda penolakannya.

Di sela sela Gladys memakai hoodie yang diberi Jenggala, ia tak sengaja memasukkan tangannya kedalam kantong bagian depan hoodie tersebut. Terkejutnya Gladys bahwa di dalam kantong itu terdapat bungkus rokok yang tersisa 5 batang rokok. Gladys merasa heran terhadap Jenggala, sepertinya ia meletakkan rokok dimana mana, padahal saat di sekolah tadi rokoknya sudah disita oleh guru. Disitulah Gladys memiliki ide untuk membuang rokok Jenggala ke dalam tong sampah didekatnya dan menggantikannya dengan snack coklat yang dibeli Gladys pada jam istirahat tadi.

Sepuluh menit sudah mereka menunggu di depan minimarket, hingga tiba saat yang ditunggu. Hujan telah reda dan mereka pun bergegas untuk segera pulang agar tak kehujanan jika hujan turun lagi.

Setelah sedikit pergulatan tadi Gladys bergegas menghampiri parkiran Jeffan, namun saat keberadaan Jeffan terlihat dari pandangannya ia juga melihat seseorang yang sedang mengobrol dengan lelaki yang ia sebut “kakak” itu.

“Jenggala?” Gladys melebarkan matanya sesekali memicingkannya kembali untuk memastikan bahwa yang ia lihat benar Jenggala atau tidak. Ternyata benar, remaja laki laki yang sedang mengobrol sembari terlihat sibuk memerhatikan motor kakaknya adalah Jenggala.

Gladys terkejut sekaligus jengkel kenapa kakaknya harus bertemu dengan Jenggala. Entah ada hubungan apa mereka berdua, tapi Gladys melihat mereka mengobrol sembari menunjukkan motornya masing masing. Gladys berharap mereka tak ada hubungan pertemanan sekalipun hanya saling mengenal satu sama lain.

Gadis itu terlalu malu sekaligus kesal jika harus bertatap muka dengan remaja laki laki menyebalkan itu, alhasil ia tidak menghampiri kakaknya sebelum Jenggala pergi dari sana.


Tibalah akhirnya Gladys mendekati kakaknya setelah 10 menit pura pura bersembunyi dari Jenggala.

Tanpa basa basi Gladys langsung menanyakan pada kakak nya, “Tadi itu siapa? Lo kenal sama dia?”

“Engga sih. Tadi motor gue agak susah dikeluarin dari parkiran dan kebetulan dia ngeliat terus yaudah gue dibantu. Habis itu kita ngobrol sebentar karena katanya dia lumayan tertarik tentang motor sama kayak gue jadi ya kita ngobrol dikit soal motor.”

“Kenapa? Lo kenal sama dia?” lanjut Jeffan

“Ha? E-nggak lah, gue ga kenal,” jawab Gladys dengan sedikit terbata bata karena tak ingin kakaknya tau kalau dirinya mengenal Jenggala.

“Yaudah kalau ga kenal kenapa judes gitu?” Jeffan mencoba meyakini dirinya yang curiga terhadap tingkah laku Gladys.

“Apaan sih biasa aja kok, udah ah mending kita pulang gue laper mau mandi,” ucap Gladys bohong lalu mengalihkan pembicaraan.

“Laper mah makan bukan mandi, pkok”

“Ya maksud gue, gue itu laper dan pengen mandi juga,” kesal Gladys.

“Ya lo tadi ngomong nya gajelas,” Jeffan membela diri.

“Ah kelamaan, ayo cepet pulang,” Gladys mendorong tubuh kakaknya ke arah motor menandai dirinya ingin segera pergi ke rumah.

Dalam perjalanan Gladys menunjukan ekspresi jengkel, jengkel karena kakaknya harus bertemu dengan Jenggala, seseorang yang sudah membuat matanya membengkak pagi tadi.

Setelah sedikit pergulatan tadi Gladys bergegas menghampiri parkiran Jeffan, namun saat keberadaan Jeffan terlihat dari pandangannya ia juga melihat seseorang yang sedang mengobrol dengan lelaki yang ia sebut “kakak” itu.

“Jenggala?” Gladys melebarkan matanya sesekali memicingkannya kembali untuk memastikan bahwa yang ia lihat benar Jenggala atau tidak. Ternyata benar, remaja laki laki yang sedang mengobrol sembari terlihat sibuk memerhatikan motor kakaknya adalah Jenggala.

Gladys terkejut sekaligus jengkel kenapa kakaknya harus bertemu dengan Jenggala. Entah ada hubungan apa mereka berdua, tapi Gladys melihat mereka mengobrol sembari menunjukkan motornya masing masing. Gladys berharap mereka tak ada hubungan pertemanan sekalipun hanya saling mengenal satu sama lain.

Gadis itu terlalu malu sekaligus kesal jika harus bertatap muka dengan remaja laki laki menyebalkan itu, alhasil ia tidak menghampiri kakaknya sebelum Jenggala pergi dari sana.


Tibalah akhirnya Gladys mendekati kakaknya setelah 10 menit pura pura bersembunyi dari Jenggala.

Tanpa basa basi Gladys langsung menanyakan pada kakak nya, “Tadi itu siapa? Lo kenal sama dia?”

“Engga sih. Tadi motor gue agak susah dikeluarin dari parkiran dan kebetulan dia ngeliat terus yaudah gue dibantu. Habis itu kita ngobrol sebentar karena katanya dia lumayan tertarik tentang motor sama kayak gue jadi ya kita ngobrol dikit soal motor.”

“Kenapa? Lo kenal sama dia?” lanjut Jeffan

“Ha? E-nggak lah, gue ga kenal,” jawab Gladys dengan sedikit terbata bata karena tak ingin kakaknya tau kalau dirinya mengenal Jenggala.

“Yaudah kalau ga kenal kenapa judes gitu?” Jeffan mencoba meyakini dirinya yang curiga terhadap tingkah laku Gladys.

“Apaan sih biasa aja kok, udah ah mending kita pulang gue laper mau mandi,” ucap Gladys bohong lalu mengalihkan pembicaraan.

“Laper mah makan bukan mandi, pkok”

“Ya maksud gue, gue itu laper dan pengen mandi juga,” kesal Gladys.

“Ya lo tadi ngomong nya gajelas,” Jeffan membela diri.

“Ah kelamaan, ayo cepet pulang,” Gladys mendorong tubuh kakaknya ke arah motor menandai dirinya ingin segera pergi ke rumah.

Dalam perjalanan Gladys menunjukan ekspresi jengkel, jengkel karena kakaknya harus bertemu dengan Jenggala, seseorang yang sudah membuat matanya membengkak pagi tadi.

Setelah sedikit pergulatan tadi Gladys bergegas menghampiri parkiran Jeffan, namun saat keberadaan Jeffan terlihat dari pandangannya ia juga melihat seseorang yang sedang mengobrol dengan lelaki yang ia sebut “kakak” itu.

“Jenggala?” Gladys melebarkan matanya sesekali memicingkannya kembali untuk memastikan bahwa yang ia lihat benar Jenggala atau tidak. Ternyata benar, remaja laki laki yang sedang mengobrol sembari terlihat sibuk memerhatikan motor kakaknya adalah Jenggala.

Gladys terkejut sekaligus jengkel kenapa kakaknya harus bertemu dengan Jenggala. Entah ada hubungan apa mereka berdua, tapi Gladys melihat mereka mengobrol sembari menunjukkan motornya masing masing. Gladys berharap mereka tak ada hubungan pertemanan sekalipun hanya saling mengenal satu sama lain.

Gadis itu terlalu malu sekaligus kesal jika harus bertatap muka dengan remaja laki laki menyebalkan itu, alhasil ia tidak menghampiri kakaknya sebelum Jenggala pergi dari sana.


Tibalah akhirnya Gladys mendekati kakaknya setelah 10 menit pura pura bersembunyi dari Jenggala.

Tanpa basa basi Gladys langsung menanyakan pada kakak nya, “Tadi itu siapa? Lo kenal sama dia?”

“Engga sih. Tadi motor gue agak susah dikeluarin dari parkiran dan kebetulan dia ngeliat terus yaudah gue dibantu. Habis itu kita ngobrol sebentar karena katanya dia lumayan tertarik tentang motor sama kayak gue jadi ya kita ngobrol dikit soal motor.”

“Kenapa? Lo kenal sama dia?” lanjut Jeffan

“Ha? E-nggak lah, gue ga kenal,” jawab Gladys dengan sedikit terbata bata karena tak ingin kakaknya tau kalau dirinya mengenal Jenggala.

“Yaudah kalau ga kenal kenapa judes gitu?” Jeffan mencoba meyakini dirinya yang curiga terhadap tingkah laku Gladys.

“Apaan sih biasa aja kok, udah ah mending kita pulang gue laper mau mandi,” ucap Gladys bohong lalu mengalihkan pembicaraan.

“Laper mah makan bukan mandi, pkok”

“Ya maksud gue, gue itu laper dan pengen mandi juga,” kesal Gladys.

“Ya lo tadi ngomong nya gajelas,” Jeffan membela diri.

“Ah kelamaan, ayo cepet pulang,” Gladys mendorong tubuh kakaknya ke arah motor menandai dirinya ingin segera pergi ke rumah.

Dalam perjalanan Gladys menunjukan ekspresi jengkel, jengkel karena kakaknya harus bertemu dengan Jenggala, seseorang yang sudah membuat matanya membengkak pagi tadi.

Setelah sedikit pergulatan tadi Gladys bergegas menghampiri parkiran Jeffan, namun saat keberadaan Jeffan terlihat dari pandangannya ia juga melihat seseorang yang sedang mengobrol dengan lelaki yang ia sebut “kakak” itu.

“Jenggala?” Gladys melebarkan matanya sesekali memicingkannya kembali untuk memastikan bahwa yang ia lihat benar Jenggala atau tidak. Ternyata benar, remaja laki laki yang sedang mengobrol sembari terlihat sibuk memerhatikan motor kakaknya adalah Jenggala.

Gladys terkejut sekaligus jengkel kenapa kakaknya harus bertemu dengan Jenggala. Entah ada hubungan apa mereka berdua, tapi Gladys melihat mereka mengobrol sembari menunjukkan motornya masing masing. Gladys berharap mereka tak ada hubungan pertemanan sekalipun hanya saling mengenal satu sama lain.

Gadis itu terlalu malu sekaligus kesal jika harus bertatap muka dengan remaja laki laki menyebalkan itu, alhasil ia tidak menghampiri kakaknya sebelum Jenggala pergi dari sana.


Tibalah akhirnya Gladys mendekati kakaknya setelah 10 menit pura pura bersembunyi dari Jenggala.

Tanpa basa basi Gladys langsung menanyakan pada kakak nya, “Tadi itu siapa? Lo kenal sama dia?”

“Engga sih. Tadi motor gue agak susah dikeluarin dari parkiran dan kebetulan dia ngeliat terus yaudah gue dibantu. Habis itu kita ngobrol sebentar karena katanya dia lumayan tertarik tentang motor sama kayak gue jadi ya kita ngobrol dikit soal motor.”

“Kenapa? Lo kenal sama dia?” lanjut Jeffan

“Ha? E-nggak lah, gue ga kenal,” jawab Gladys dengan sedikit terbata bata karena tak ingin kakaknya tau kalau dirinya mengenal Jenggala.

“Yaudah kalau ga kenal kenapa judes gitu?” Jeffan mencoba meyakini dirinya yang curiga terhadap tingkah laku Gladys.

“Apaan sih biasa aja kok, udah ah mending kita pulang gue laper mau mandi,” ucap Gladys bohong lalu mengalihkan pembicaraan.

“Laper mah makan bukan mandi, pkok”

“Ya maksud gue, gue itu laper dan pengen mandi juga,” kesal Gladys.

“Ya lo tadi ngomong nya gajelas,” Jeffan membela diri.

“Ah kelamaan, ayo cepet pulang,” Gladys mendorong tubuh kakaknya ke arah motor menandai dirinya ingin segera pergi ke rumah.

Dalam perjalanan Gladys menunjukan ekspresi jengkel, jengkel karena kakaknya harus bertemu dengan Jenggala, seseorang yang sudah membuat matanya membengkak pagi tadi.

Setelah sedikit pergulatan tadi Gladys bergegas mendekati parkiran Jeffan, namun saat keberadaan Jeffan terlihat dari pandangannya ia juga melihat seseorang yang sedang bercengkrama dengan lelaki yang ia sebut “kakak”.

“Jenggala?” Gladys melebarkan matanya sesekali memicingkannya kembali untuk memastikan bahwa yang ia lihat benar Jenggala atau tidak. Ternyata benar, remaja laki laki yang sedang mengobrol sembari terlihat sibuk memerhatikan motor kakaknya adalah Jenggala.

Gladys terkejut sekaligus jengkel kenapa kakaknya harus bertemu dengan Jenggala. Entah ada hubungan apa mereka berdua, tapi Gladys melihat mereka mengobrol sembari menunjukkan motornya masing masing. Gladys berharap mereka tak ada hubungan pertemanan sekalipun hanya saling mengenal satu sama lain.

Gadis itu terlalu malu sekaligus kesal jika harus bertatap muka dengan laki laki menyebalkan itu, alhasil ia tidak menghampiri kakaknya sebelum Jenggala pergi dari sana.


Tibalah akhirnya Gladys mndekati kakaknya setelah 10 menit pura pura bersembunyi dari Jenggala.

Tanpa basa basi Gladys langsung menanyakan pada kakak nya, “Tadi itu siapa? Lo kenal sama dia?” “Engga sih. Tadi motor gue agak susah dikeluarin dari parkiran dan kebetulan dia ngeliat yaudah deh gue dibantu. Habis itu kita ngobrol sebentar karena katanya dia lumayan tertarik tentang motor sama kayak gue jadi ya kita ngobrol dikit soal motor deh”

“Kenapa? Lo kenal sama dia?” lanjut Jeffan

“Ha? E-nggak lah, gue ga kenal,” jawab Gladys dengan sedikit terbata bata karena tak ingin kakaknya tau kalau dirinya mengenal Jenggala.

“Yaudah kalau ga kenal kenapa judes gitu?” Jeffan mencoba meyakini dirinya yang curiga terhadap tingkah laku Gladys.

“Apaan sih biasa aja kok, udah ah mending kita pulang gue laper mau mandi” ucap Gladys bohong lalu mengalihkan pembicaraan

“Laper mah makan bukan mandi, pkok”

“Ya maksud gue, gue itu laper dan pengen mandi juga,” kesal Gladys.

“Ya lo tadi ngomong nya gajelas,” Jeffan membela diri.

“Ah kelamaan, ayo cepet pulang,” Gladys mendorong tubuh kakaknya ke arah motor menandai dirinya ingin segera pergi ke rumah.

Dalam perjalanan Gladys menunjukan ekspresi jengkel, jengkel karena kakaknya harus bertemu dengan Jenggala, seseorang yang sudah membuat matanya membengkak pagi tadi.

Tibalah akhirnya Gladys menghampiri kakaknya setelah 10 menit pura pura bersembunyi dari Jenggala.

tanpa basa basi Gladys langsung menanyakan pada kakak nya, “Tadi itu siapa? Lo kenal sama dia?” “Engga sih. Tadi motor gue agak susah dikeluarin dari parkiran dan kebetulan dia ngeliat yaudah deh gue dibantu. Habis itu kita ngobrol sebentar karena katanya dia lumayan tertarik tentang motor sama kayak gue jadi ya kita ngobrol dikit soal motor deh”

“Kenapa? Lo kenal sama dia?” lanjut Jeffan

“Ha? E-nggak lah, gue ga kenal,” jawab Gladys dengan sedikit terbata bata karena tak ingin kakaknya tau kalau dirinya mengenal Jenggala.

“Yaudah kalau ga kenal kenapa judes gitu?” Jeffan mencoba meyakini dirinya yang curiga terhadap tingkah laku Gladys.

“Apaan sih biasa aja kok, udah ah mending kita pulang gue laper mau mandi” ucap Gladys bohong lalu mengalihkan pembicaraan

“Laper mah makan bukan mandi, pkok”

“Ya maksud gue, gue itu laper dan pengen mandi juga,” kesal Gladys.

“Ya lo tadi ngomong nya gajelas,” Jeffan membela diri.

“Ah kelamaan, ayo cepet pulang,” Gladys mendorong tubuh kakaknya ke arah motor menandai dirinya ingin segera pergi ke rumah.

Dalam perjalanan Gladys menunjukan ekspresi jengkel, jengkel karena kakaknya harus bertemu dengan Jenggala, seseorang yang sudah membuat matanya membengkak pagi tadi.

Tibalah akhirnya Gladys menghampiri kakaknya setelah 10 menit pura pura bersembunyi dari Jenggala.

tanpa basa basi Gladys langsung menanyakan pada kakak nya, “Tadi itu siapa? Lo kenal sama dia?” “Engga sih. Tadi motor gue agak susah dikeluarin dari parkiran dan kebetulan dia ngeliat yaudah deh gue dibantu. Habis itu kita ngobrol sebentar karena katanya dia lumayan tertarik tentang motor sama kayak gue jadi ya kita ngobrol dikit soal motor deh”

“Kenapa? Lo kenal sama dia?” lanjut Jeffan

“Ha? E-nggak lah, gue ga kenal,” jawab Gladys dengan sedikit terbata bata karena tak ingin kakaknya tau kalau dirinya mengenal Jenggala.

“Yaudah kalau ga kenal kenapa judes gitu?” Jeffan mencoba meyakini dirinya yang curiga terhadap tingkah laku Gladys.

“Apaan sih biasa aja kok, udah ah mending kita pulang gue laper mau mandi” ucap Gladys bohong lalu mengalihkan pembicaraan

“Laper mah makan bukan mandi, pkok”

“Ya maksud gue, gue itu laper dan pengen mandi juga,” kesal Gladys.

“Ya lo tadi ngomong nya gajelas,” Jeffan membela diri.

“Ah kelamaan, ayo cepet pulang,” Gladys mendorong tubuh kakaknya ke arah motor menandai dirinya ingin segera pergi ke rumah.

Dalam perjalanan Gladys menunjukan ekspresi jengkel, jengkel karena kakaknya harus bertemu dengan Jenggala, seseorang yang sudah membuat matanya membengkak pagi tadi.

Tibalah akhirnya Gladys menghampiri kakaknya setelah 10 menit pura pura bersembunyi dari Jenggala.

tanpa basa basi Gladys langsung menanyakan pada kakak nya, “Tadi itu siapa? Lo kenal sama dia?” “Engga sih. Tadi motor gue agak susah dikeluarin dari parkiran dan kebetulan dia ngeliat yaudah deh gue dibantu. Habis itu kita ngobrol sebentar karena katanya dia lumayan tertarik tentang motor sama kayak gue jadi ya kita ngobrol dikit soal motor deh”

“Kenapa? Lo kenal sama dia?” lanjut Jeffan

“Ha? E-nggak lah, gue ga kenal,” jawab Gladys dengan sedikit terbata bata karena tak ingin kakaknya tau kalau dirinya mengenal Jenggala.

“Yaudah kalau ga kenal kenapa judes gitu?” Jeffan mencoba meyakini dirinya yang curiga terhadap tingkah laku Gladys.

“Apaan sih biasa aja kok, udah ah mending kita pulang gue laper mau mandi” ucap Gladys bohong lalu mengalihkan pembicaraan

“Laper mah makan bukan mandi, pkok”

“Ya maksud gue, gue itu laper dan pengen mandi juga,” kesal Gladys.

“Ya lo tadi ngomong nya gajelas,” Jeffan membela diri.

“Ah kelamaan, ayo cepet pulang,” Gladys mendorong tubuh kakaknya ke arah motor menandai dirinya ingin segera pergi ke rumah.

Dalam perjalanan Gladys menunjukan ekspresi jengkel, jengkel karena kakaknya harus bertemu dengan Jenggala, seseorang yang sudah membuat matanya membengkak pagi tadi.